Masa Depan Sektor Energi Indonesia Komitmen terhadap Perubahan Iklim atau Batu Bara?

Publication date:

Setelah negosiasi yang panjang, para pemimpin negara Republik Indonesia, Jepang, Amerika Serikat dan negara-negara mitra lainnya, menghasilkan kesepakatan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang diadakan di Bali dan bersamaan dengan COP27 pada bulan November 2022. Kesepakatan yang dirayakan oleh banyak pihak sebagai kesepakatan bersejarah, dihasilkan pemerintah Indonesia bersama dengan kelompok negara-negara industri G7 beserta Denmark dan Norwegia. Kemitraan ini disebut dengan Just Energy Transition Partnership (JETP) atau Kemitraan Transisi Energi yang Berkeadilan, dan dipuji sebagai ‘potongan terakhir dari gambaran utuh bagi Indonesia dalam mempercepat transisi energinya’.

Cover image Bahasa

About masa depan sektor energi indonesia

Publication type
Policy briefing

Authors

Authors

Pendahuluan

JETP merupakan paket pendanaan senilai USD20 miliar untuk memfasilitasi Indonesia dalam melakukan transisi dari batu bara ke energi terbarukan. Sebagai salah satu produsen batu bara terbesar di dunia dan penghasil gas rumah kaca terbesar kelima di dunia, pengumuman ini tentunya menjadi kabar yang menggembirakan. Namun, karena rincian rencana tersebut masih belum dibahas hingga enam bulan ke depan, maka masih sulit untuk sepenuhnya mengevaluasi akibat yang nyata dari perjanjian tersebut. Meskipun demikian, makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum mengenai sektor batu bara di Indonesia, juga komitmen atas perubahan iklim yang telah ada, dengan harapan dapat memahami perkembangan baru tersebut.

Meskipun pertambangan batu bara di Indonesia telah ada semenjak aktivitas pasukan kolonial Belanda pada tahun 1800-an, Indonesia menjadi pusat batu bara terkemuka di dunia hanya dalam kurun waktu 40 takun terakhir. Indonesia melabuhkan cukup banyak kapal tongkang terapung yang berisi gunungan hitam yang merupakan sumber energi paling kotor di dunia untuk menjadikannya produsen batu bara terbesar kelima di dunia. Negara ini juga memiliki cadangan batu bara terbesar ke-10 di dunia dan mengekspor sekitar 63% dari hasil produksinya. Jumlah tersebut cukup untuk menjadikan Indonesia sebagai eksportir utama batu bara termal yang digunakan untuk menghasilkan listrik dari India hingga Jerman. Indonesia memproduksi hampir 90% pasokan batu bara di Asia Tenggara. Apabila melihat konsumsi dalam negeri, Indonesia juga sangat tergantung pada batu bara untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Pada tahun 2021, Rusia menyumbang sekitar 20% dari ekspor batu bara termal global. Saat ini, karena akibat perang di Ukraina dan sanksi yang diakibatkannya, harga batu bara melonjak dan bank-bank siap mengantri mengambil keuntungan. ‘Di Indonesia, lonjakan pinjaman terutama terjadi di Provinsi Kalimantan Timur, jantung pertambangan batu bara di Indonesia. Berdasarkan data resmi, pinjaman bank untuk industri pertambangan provinsi tumbuh hingga 74,36% tahun-ke-tahun pada bulan Februari 2022, dibandingkan dengan pertumbuhan pinjaman secara keseluruhan sebesar 18,87%.’ 

Sementara itu, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Meskipun ada janji-janji seperti itu (yang mengharuskan negara ini menghentikan penggunaan batu bara secara bertahap), Pemerintah tetap memfasilitasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan tenaga batu bara dalam skala besar. Mereka memberikan izin kepada pengusaha pertambangan, mendapatkan pendanaan melalui bank nasional dan internasional, serta mengeluarkan peraturan yang menguntungkan seperti Omnibus Law / Undang-Undang Cipta Kerja dan revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara. Ketergantungan yang terus-menerus terhadap energi batu bara yang kotor tidak hanya berdampak buruk pada emisi gas rumah kaca, namun juga mempunyai dampak yang sangat serius bagi masyarakat yang sudah terpinggirkan – terutama di sepanjang garis pantai Indonesia yang luas. Pencemaran di area penangkapan ikan, dampak buruk terhadap kesehatan manusia, dan proses pembuatan kebijakan yang merugikan masyarakat, semuanya merupakan bagian dari perluasan lanskap batu bara di Indonesia yang dibahas dalam artikel ini. Seperti yang akan kita lihat, kemauan politik untuk menghadapi perubahan iklim masih kurang. Pemerintah Indonesia, yang dipengaruhi oleh kepentingan korporasi dan korupsi, memprioritaskan keuntungan jangka pendek dibandingkan kepentingan generasi mendatang. Pada saat yang sama, kasus di Indonesia menunjukkan hubungan antara mengenai perbaikan iklim, menimbulkan pertanyaan penting tentang bagaimana kita bisa mencapai hal ini dan apa yang dimaksud dengan kebijakan energi yang benar-benar adil.

Ideas into movement

Boost TNI's work

50 years. Hundreds of social struggles. Countless ideas turned into movement. 

Support us as we celebrate our 50th anniversary in 2024.

Make a donation